Jurnalsoppeng.com Soppeng Sulawesi Selatan– Kabupaten Soppeng menyambut hadirnya sebuah karya yang lebih dari sekadar buku. "The Philosophy of La Galigo," buah pena terbaru dari Mappasessu, S.H., M.H., hadir sebagai seruan lembut untuk kembali meresapi kearifan warisan leluhur Bugis.
Diterbitkan oleh Goresan Pena, buku setebal 138 halaman ini, terbagi dalam 15 bab yang tertata apik, mengalir bagai sungai purba—membawa serta kenangan dan kesadaran. La Galigo, epos agung yang kerap disebut sebagai mahakarya sastra terpanjang di dunia, di tangan Mappasessu bertransformasi menjadi peta filsafat kehidupan.
"La Galigo bukan semata epos sastra terpanjang di dunia; ia adalah peta filsafat hidup, kitab tubuh, dan zikir semesta bagi manusia Bugis," demikian untaian kata sang penulis dalam pengantar bukunya.
Pembaca diajak untuk menatap cakrawala dan bumi dari perspektif Bugis yang kaya. Tiga dunia utama menjadi fondasi kosmologi Bugis: Boting Langi’ (langit atas), Ale Kawa (dunia tengah), dan Wurénna Lino (dunia bawah). Di antara ketiganya menjulang pohon kosmik Welenrénngé—poros kesadaran yang menghubungkan akar dan pucuk, bumi dan cahaya.
Buku ini juga mengupas tuntas konsep Eppa Sulapa—empat elemen dasar: api, angin, air, dan tanah—yang bukan hanya menyusun jasad manusia, namun juga keseimbangan jagat raya.
Sosok Sawérigading, sang pelaut jiwa yang legendaris, tampil sebagai simbol pencarian jati diri, sementara We Tenriabeng, saudara kembar yang juga cermin kebijaksanaan, hadir bukan untuk dimiliki, melainkan untuk dipahami. Bissu—penjaga kosmos yang melampaui batas gender dan spiritualitas—diangkat sebagai penjaga harmoni antara bumi dan langit, antara doa dan tindakan.
Nilai-nilai luhur Bugis seperti siri’ (kehormatan), pesse (empati), dan lempu’ (kejujuran) ditegaskan bukan sekadar konsep moral, melainkan denyut nadi kehidupan yang dijalani sehari-hari.
"Kita hidup di era ketika akar seringkali terlupakan. Ketika kearifan lokal dianggap kuno, dan diri kita tercerabut dari irama bumi dan langit. Buku ini hadir untuk menjembatani: antara masa lalu yang kaya kebijaksanaan dan masa kini yang dahaga akan arah," ungkap Mappasessu.
Hari ini, Soppeng tidak hanya menerima sebuah buku. Ia menerima ajakan untuk menyelami kembali tubuh, jiwa, dan kosmosnya sendiri. Dan bagi setiap pembaca—baik Bugis maupun bukan—"The Philosophy of La Galigo" menawarkan sesuatu yang universal: peta menuju keberanian, keseimbangan, dan kearifan dalam mengarungi kehidupan.
Ah
0 Komentar